Al-Ishlah merupakan nama sebuah pondok pesantren yang terletak di sebelah
Barat sungai Brantas, sebuah sungai yang membelah kota Kediri menjadi dua:
Barat dan Timur. Al-Ishlah menempati posisi yang strategis dalam peta wilayah
kota Kediri, tepatnya disebelah Selatan perempatan Jl. Bandar Ngalim
Bandarkidul-Mojoroto-Kota Kediri. Dikatakan strategis, karena letak al-Ishlah
sangatlah mudah untuk dijangkau dari segala jurusan, didukung pula dengan akses
transportasi yang sangat mudah.
Pondok Pesantren al-Ishlah didirakan pada tanggal 17 Oktober 1954 oleh
seorang ulama yang menghabiskan masa remajanya untuk nyantri di Pondok Pesantren Mojosari (Berbek-Nganjuk)
dibawah asuhan KH. Zainuddin. Sebagai
lazimnya seorang santri pondok pesantren, mayoritas dalam setiap individu dari
santri tertanam kuat dalam benaknya suatu cita-cita luhur yang tercermin dalam
setiap tindakan yang mereka lakukan selama menjadi santri. Apabila dirasa sudah
cukup mumpuni dalam berbagai disiplin keilmuan yang diperoleh selama belajar
dengan Kyainya mapun dengan guru-gurunya, mereka berkomitmen untuk dapat
mentransformasikan kembali ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat dikampung
halamanya masing-masing. Upaya yang dilakukan adalah dengan mendirikan
pondok pesantren, atau pun majlis
ilmu sebagai wujud tanggung jawabnya
untuk mengabdi kepada agama, nusa dan bangsa atau minimal dapat mengamalkan
ilmunya untuk diri sendiri dan keluarganya yang tercermin dalam bentuk
peribadahan dan etika sehari-hari dalam bergaul dengan masyarakat.
Demikian pula dengan KH. Thoha Mu’id waktu itu, bermodalkan komitmen untuk
menyiarkan Islam dengan segala kemampuan dan keilmuan yang diperoleh selama di
pesantren dan dengan dorongan dari gurunnya, serta adanya rasa tanggung jawab
untuk mengajarkan ilmunya, maka setelah beliau pulang dari Mojosari keinginan
itupun beliau wujudkan dengan mendirikan pondok pesantren al-Ishlah yang
tercinta ini. Selain itu pula, dorongan yang sangat kuat untuk dapat
mengajarkan ilmunya ini, beliau merujuk pada firman Allah dalam Qs. Ali Imron
(2) ayat 79[1]:
كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ
وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Yang dimaksud dengan Robbani adalah orang yang sempurna ilmu
dan takwanya. Dengan dasar ayat itulah beliu termotivasi untuk mendirikan
sebuah pndok pesantren, sebagai tempat pengabdianya kepada agama, dengan
mendakwahkan ajaran-ajaran Islam.
Beliau memilih al-Ishlah sebagai nama untuk Pondok Pesantren yang
didirikannya, karena beliau merindukan akan terwujudanya perdamaian umat.
Dengan hadirnya al-Ishlah ditengah-tengah masyarakat beliu berharap bisa
mendamaikan kondisi umat yang sangat
plural, khususnya umat Islam yang pada faktanya menganut beragam madzhab,
selain itu pula banyaknya Ormas dan Orsospol menjadikan umat Islam
terkotak-kotak yang rentan sekali terhadap konflik horizontal.
Nama Al-Ishlah yang ada sejak 50 tahun silam, hingga al-Ishlah sebagaimana
kita kenal sekarang ini, bukan hanya rangkaian huruf yang membentuk suatu
kalimat tanpa makna, melainkan merujuk pada dasar normatif umat Islam, yakni
al-Qur’an. Dalam hal ini KH. Thoha Mu’id selaku pendiri dan pengasuh Pondok
Pesantren al-Ishlah mengutip beberapa ayat al-Qur’an, antara lain[2]:
a.
Qs. An-Nisa’ (4) ayat 114
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ
بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا
عَظِيمًا
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan
mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan
Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
b.
Qs. al-Hujrot (49) ayat 9-10
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا
الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
(9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin
berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari
kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah
antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
Di
pondok pesantren al-Ishlah inilah beliau mulai mensyiarkan ajaran Islam, dengan membacakan kitab kuning
atau sekedar memberikan wejangan-wejangan kepada para santrinya. Hal ini beliau
lakukan dengan penuh semangat dan istiqomah . Sehingga, walaupun suatu ketika
beliau baru saja datang dari bepergian, kalau itu waktunya jama’ah ataupun
ngaji, maka beliau pun melaksanakannya seolah tidak kenal payah dan lelah.
Dalam sebuah riwayat yang besumber dari Ibnu Majjah dari Utsman bin Affan, nabi
saw bersabda:
أفضلكم
من تعلم القرأن وعلمه
Seutama-utamamu
ialah orang yang mempelajari al-qur’an dan mengerjakannya
Selain
itu hadits yang diriwayatkan oleh Mus’ab ibnu Sa’ad dari ayahnya, bahwa
Rasulallah saw. Bersabda:
خياركم
من تعلم القرأن
Orang-orang
yang terpilih diantaramu ialah orang yang mempelajari al-Qur’an dan
mengajarkannya.
Pondok
Pesantren mengajarkan al-Qur’an dan
mengajarkan ilmu-ilmu yang bersumber dan bercabang dari padanya. Mempelajari
dan mengajarkannya adalah suatu amaliyah yang utama. Oleh karenanya hadits ini
sebagai salah satu pendorong para santri untuk menuntut ilmu secara intens dan
demikian pula sebagai salah satu motivasi terkuat para alumni pondok
pesantren untuk mendirikan pesantren
dikampung halamannya masing-masing,
sebagaimana telah dilakukan oleh
Romo Kyai Thoha Mu’id dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Ishlah.
Itulah
sedikit cerita tentang latar belakang berdirinya pondok pesantren al-Ishlah
yang dapat di paparkan.
1 komentar:
keren nih..........
http://konveksisantoso.blogspot.com
Posting Komentar