Sabtu, 14 Januari 2012 - 1 komentar

Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ishlah


Al-Ishlah merupakan nama sebuah pondok pesantren yang terletak di sebelah Barat sungai Brantas, sebuah sungai yang membelah kota Kediri menjadi dua: Barat dan Timur. Al-Ishlah menempati posisi yang strategis dalam peta wilayah kota Kediri, tepatnya disebelah Selatan perempatan Jl. Bandar Ngalim Bandarkidul-Mojoroto-Kota Kediri. Dikatakan strategis, karena letak al-Ishlah sangatlah mudah untuk dijangkau dari segala jurusan, didukung pula dengan akses transportasi yang sangat mudah.
Pondok Pesantren al-Ishlah didirakan pada tanggal 17 Oktober 1954 oleh seorang ulama yang menghabiskan masa remajanya untuk nyantri di  Pondok Pesantren Mojosari (Berbek-Nganjuk) dibawah asuhan KH. Zainuddin.  Sebagai lazimnya seorang santri pondok pesantren, mayoritas dalam setiap individu dari santri tertanam kuat dalam benaknya suatu cita-cita luhur yang tercermin dalam setiap tindakan yang mereka lakukan selama menjadi santri. Apabila dirasa sudah cukup mumpuni dalam berbagai disiplin keilmuan yang diperoleh selama belajar dengan Kyainya mapun dengan guru-gurunya, mereka berkomitmen untuk dapat mentransformasikan kembali ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat dikampung halamanya masing-masing. Upaya yang dilakukan adalah dengan mendirikan pondok  pesantren, atau pun majlis ilmu  sebagai wujud tanggung jawabnya untuk mengabdi kepada agama, nusa dan bangsa atau minimal dapat mengamalkan ilmunya untuk diri sendiri dan keluarganya yang tercermin dalam bentuk peribadahan dan etika sehari-hari dalam bergaul dengan masyarakat.

Demikian pula dengan KH. Thoha Mu’id waktu itu, bermodalkan komitmen untuk menyiarkan Islam dengan segala kemampuan dan keilmuan yang diperoleh selama di pesantren dan dengan dorongan dari gurunnya, serta adanya rasa tanggung jawab untuk mengajarkan ilmunya, maka setelah beliau pulang dari Mojosari keinginan itupun beliau wujudkan dengan mendirikan pondok pesantren al-Ishlah yang tercinta ini. Selain itu pula, dorongan yang sangat kuat untuk dapat mengajarkan ilmunya ini, beliau merujuk pada firman Allah dalam Qs. Ali Imron (2) ayat 79[1]:
كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Yang dimaksud dengan Robbani adalah orang yang sempurna ilmu dan takwanya. Dengan dasar ayat itulah beliu termotivasi untuk mendirikan sebuah pndok pesantren, sebagai tempat pengabdianya kepada agama, dengan mendakwahkan ajaran-ajaran Islam.
Beliau memilih al-Ishlah sebagai nama untuk Pondok Pesantren yang didirikannya, karena beliau merindukan akan terwujudanya perdamaian umat. Dengan hadirnya al-Ishlah ditengah-tengah masyarakat beliu berharap bisa mendamaikan kondisi umat  yang sangat plural, khususnya umat Islam yang pada faktanya menganut beragam madzhab, selain itu pula banyaknya Ormas dan Orsospol menjadikan umat Islam terkotak-kotak yang rentan sekali terhadap konflik horizontal.
Nama Al-Ishlah yang ada sejak 50 tahun silam, hingga al-Ishlah sebagaimana kita kenal sekarang ini, bukan hanya rangkaian huruf yang membentuk suatu kalimat tanpa makna, melainkan merujuk pada dasar normatif umat Islam, yakni al-Qur’an. Dalam hal ini KH. Thoha Mu’id selaku pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren al-Ishlah mengutip beberapa ayat al-Qur’an, antara lain[2]:
a.         Qs. An-Nisa’  (4) ayat 114
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

b.        Qs. al-Hujrot (49) ayat 9-10
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ  (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ     (10)

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.

Di pondok pesantren al-Ishlah inilah beliau mulai mensyiarkan  ajaran Islam, dengan membacakan kitab kuning atau sekedar memberikan wejangan-wejangan kepada para santrinya. Hal ini beliau lakukan dengan penuh semangat dan istiqomah . Sehingga, walaupun suatu ketika beliau baru saja datang dari bepergian, kalau itu waktunya jama’ah ataupun ngaji, maka beliau pun melaksanakannya seolah tidak kenal payah dan lelah. Dalam sebuah riwayat yang besumber dari Ibnu Majjah dari Utsman bin Affan, nabi saw bersabda:
أفضلكم من تعلم القرأن وعلمه
Seutama-utamamu ialah orang yang mempelajari al-qur’an dan mengerjakannya

Selain itu hadits yang diriwayatkan oleh Mus’ab ibnu Sa’ad dari ayahnya, bahwa Rasulallah saw. Bersabda:
خياركم من تعلم القرأن
Orang-orang yang terpilih diantaramu ialah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.

Pondok Pesantren  mengajarkan al-Qur’an dan mengajarkan ilmu-ilmu yang bersumber dan bercabang dari padanya. Mempelajari dan mengajarkannya adalah suatu amaliyah yang utama. Oleh karenanya hadits ini sebagai salah satu pendorong para santri untuk menuntut ilmu secara intens dan demikian pula sebagai salah satu motivasi terkuat para alumni pondok pesantren  untuk mendirikan pesantren dikampung halamannya masing-masing,  sebagaimana telah dilakukan oleh  Romo Kyai Thoha Mu’id dengan mendirikan Pondok Pesantren  Al-Ishlah.
Itulah sedikit cerita tentang latar belakang berdirinya pondok pesantren al-Ishlah yang dapat di paparkan.


[1] Disarikan dari, al-Ishlah dan Perkembangannya Dalam Seperempat Abad.

1 komentar:

Santoso Konveksi 5 Maret 2015 pukul 17.53

keren nih..........
http://konveksisantoso.blogspot.com

Posting Komentar